03 Januari 2009

Karena Cinta, Ia Rela Berkorban

oleh M. Arif As-Salman
------------ ----

Sering kali saya perhatikan ketika melintasi jalan, seorang suami menggandeng tangan istrinya dan ia mengangkat tangan memberi isyarat pada mobil yang akan lewat agar berhenti atau mengurangi kecepatannya karena ia dan istrinya ingin melewati jalan tersebut. Seperti halnya juga yang saya lakukan ketika melintasi jalan raya.

Hal apa yang mendorong suami melakukan itu? Dan hal apakah yang bisa kita petik dari pemandangan yang sudah biasa kita saksikan setiap hari tersebut ketika melintasi sebuah jalan ?

Kalau tiba-tiba terjadi kecelakaan, maka yang pertama kali akan kena tabrak adalah sang suami. Dan bila sang suami tersebut tanggap, dengan cepat ia mendorong tubuh istrinya ke tepi jalan agar menghindarkan istrinya dari tabrakan. Dan tinggallah sang suami terbaring dalam balut darah yang deras mengalir di sekujur tubuhnya. Dalam keadaan seperti itu ia masih tetap bisa tersenyum dan berkata, "Alhamdulillah istri saya selamat."

Seorang suami yang baik dan cinta pada istrinya selalu terdepan menjaga dan membela istrinya. Ia rela menempuh kesulitan, kepedihan dan bahkan kesakitan demi istrinya.

Semua itu ia lakukan dengan landasan cinta. Bunga cinta yang telah bermekaran di taman hati, nyanyian cinta yang selalu mengisi hari-hari, matahari cinta yang menerangi jalan kehidupan dan rembulan cinta yang menerangi kegelapan malam menjadi sumber kekuatan menempuh pahit manisnya kehidupan.

Karena cinta, sang suami sanggup hidup susah dan menderita. Dan karena cinta sang suami tak akan tega melihat istrinya sibuk mengurus rumah dan anak sendiri. Panggilan suara-suara cinta yang selalu bergema dalam hatinya membuatnya tak akan rela menyaksikan istrinya dalam kesengsaraan.

Dan sekarang mari kita bertanya pada diri kita masing masing ...?

Adakah kecintaan kita pada Allah, Rasul, agama dan kaum muslimin seperti halnya atau melebihi kecintaan seorang suami pada istrinya sebagaimana yang kita gambarkan pada tulisan diatas?

Adakah kita mencintai Allah dengan sebenarnya sehingga kita patuh pada perintahNya, meninggalkan laranganNya dan rela berkorban apapun untuk keridhaanNya?

Adakah kita mencintai Rasulullah, sehingga kita menjadikan beliau sebagai qudwah kita dalam menjalani kehidupan ini dan terdepan ketika ada yang menghina dan melecehkan dirinya?

Adakah kita cinta pada agama ini, sehingga kita selalu dengan senang hati menjalankan ajaran-ajarannya dan ketika ada yang merusak, menghina, melecehkan dan menodai agama ini, kita berada di barisan terdepan untuk membelanya?

Adakah kita mencintai kaum muslimin sehingga kita selalu hidup rukun, damai dan tentram dalam bingkai ukhuwah tanpa ada yang menghina, melecehkan, saling hantam, saling menyalahkan dan saling bunuh?

Pertanyaan-pertanya an tersebut sangat penting untuk selalu kita tanyakan pada diri kita masing-masing. Kita perlu untuk selalu mengukur rasa cinta yang kita miliki pada Allah, Rasul, agama dan kaum muslimin.

Dibanyak tempat, beberapa orang yang mengaku islam belum tampak kesan keislaman pada tutur kata, pola pikir, tingkah laku dan amalan ibadahnya. Mereka hanya baru islam dimulut atau islam KTP. Ketika azan sudah berkumandang mereka masih sibuk dengan pekerjaan masing-masing, dirumah, di kantor, di sawah, di kebun, di pasar dan berbagai tempat lainnya. Tidak berpuasa di bulan ramadhan dan masih suka melakukan praktek hidup bebas, korupsi dan berbagai tindak kriminal lainnya.

Di beberapa tempat lainnya Rasulullah dihina, islam dilecehkan, Al-Qur`an dihujat, kaum muslimin dibantai dan para wanitanya dinodai.

Namun hanya sebagian kecil dari kaum muslimin yang jumlahnya 1 miliar lebih di muka bumi ini yang bergerak untuk menyadarkan kaum muslimin yang telah salah jalan untuk kembali ke jalan yang benar, untuk berjuang membela Nabi Muhammad, membela islam yang ternodai dan membela kaum muslimin yang terzholimi.

Kemana mereka yang mengaku mencintai Allah dan Rasul tersebut? Kenapa ketika bahaya datang menyerang bangunan islam kita tidak melihat mereka berdiri di depan. Seakan-akan mereka telah ditelan oleh bumi.

Ataukah mereka hanya mencintai islam agar dapat mengantarkan mereka meraih keuntungan dunia dan nafsu semata dengan menjadikan agama sebagai kendaraan untuk meraih harta dan jabatan dunia.

Kemana mereka yang katanya rela dicampakkan kedalam kesengsaraan dan penderitaan demi menjauhkan islam dari bahaya?

Sebenarnya mereka tidak mencintai islam. Karena sikap seperti itu bukanlah dinamakan cinta. Karena cinta adalah memberi bukan meminta dari yang dicintai. Karena cinta adalah berkorban untuk yang dicintai bukan mengorbankan yang dicintai untuk meraih keuntungan peribadi.

Pemandangan sang suami yang menggandeng tangan istrinya ketika melintasi sebuah jalan sedikit banyaknya bisa kita ambil pelajaran, bahwa cinta yang telah menghujam kuat dalam hati sang suami membuatnya berada dalam barisan tedepan menjaga, membela dan rela berkorban untuk istrinya.

Begitu juga semestinya yang harus dilakukan oleh setiap muslim, perasaan cinta yang yang telah menghujam kuat dalam dirinya juga harus membuat ia selalu terdepan dalam membela dan menjaga agama Allah ini.

Dan kalaulah kecintaan setiap muslim pada Allah, RasulNya, agama dan kaum muslim seperti halnya dan melebihi kecintaan sang suami pada istri sebagaimana yang kita gambarkan pada tulisan diatas, maka insya Allah Islam akan berjaya, umat islam akan menjalankan agamanya sesuai yang Allah perintahkan dan kita tidak akan mendengar lagi musuh-musuh islam yang berani menghina Allah, menghujat Rasulullah, menodai agama dan membunuh kaum muslimin dan menodai wanita-wanita kaum muslimin. Islam akan dihargai, dihormati dan dengan izin Allah akan berbondong-bondong manusia memeluk agama Allah yang mulia dan sempurna ini. Semoga bisa menjadi renungan kita bersama.

Salam,
Abu Fathma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar